Iman, Islam & Ihsan Dalam Bimbingan Kekasih Nya
Mencapai tahap Makrifatullah (mengenal Allah) sehingga kita bisa menyembah Allah yang Maha Nyata dengan benar bukanlah persoalan yang mudah, memerlukan proses yang panjang, sekian banyak pengorbanan dan tentu saja harus ada pemandu jalan sehingga tidak tersesat. Kalau hanya sekedar menyembah Allah Yang Maha Gaib, meyakini bahwa Allah ada dan Dia mengetahui apa yang kita perbuat, itu tidak memerlukan Guru secara khusus, pelajaran-pelajaran seperti itu akan mudah kita dapatkan dimana saja, baik lewat ceramah di mesjid maupun lewat buku-buku yang jumlahnya sangat banyak.
Ada 3 hal penting dalam hubungan manusia dengan Allah yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Rukun Iman dan Rukun Islam telah kita pelajari sejak kecil dan tentu saja esensi Iman dan Islam itu tidak bisa dipelajari dengan begitu saja. Disana ada faktor keyakinan dan keyakinan itu ada dalam hati. Itulah sebabnya ada orang yang begitu mahir pengetahuan tentang Islam tetapi dia tidak sampai ke tahap Iman, tidak menjadi muslim sepenuhnya. Artinya orang yang mempunyai pengetahuan banyak tentang Agama Islam (contohnya orientalis) belum tentu dia meyakini bahwa Islam sebagai agama yang paling benar. Kemudian ada juga orang yang pengetahuan Islamnya pas-pasan atau ala kadarnya, karena dia terlahir dari orang tua Islam maka dia meng-imani Islam dengan sepenuh hati. Ketika agamanya direndahkan maka jiwanya akan terpanggil untuk membelanya.
Dalam keseharian dia tidak pernah melaksanakan shalat 5 waktu dan puasa Ramadhan pun sering bolong-bolong, tapi kalau Nabi nya dihina, agamanya direndahkan maka nyawapun mau dijadikan taruhan untuk membela agamanya. Kenapa? Karena dalam hatinya telah tertanam keimanan dan kecintaan kepada Agama.
Kalau dia kemudian belajar Agama Islam lebih dalam maka rasa cintanya semakin dalam dan fanatisme nya semakin tumbuh dan terkadang kalau tasfir Agama yang di dapat salah maka tanpa sadar dia menjadi ekstrim masuk kepada kelompok-kelompok garis keras yang hanya fokus kepada Nahi Munkar.
Kemudian ada orang yang dasar pengetahuan agamanya bagus, kemudian dia belajar agama islam ke negara-negara sekuler yang disana Agama hanya semata-mata sebagai ilmu dan tidak dibahas dari sudut keimanan. Mengkaji islam dari segi ilmu dan memisahkan dengan keimanan ini dikenal sebagai Islam Liberal. Positifnya kita akan lebih realistis memandang agama, tidak hanya sebagai dogma semata tapi melihat dari sudut pandang ilmiah. Kekurangannya adalah tanpa sadar kita mengkritik nilai-nilai yang sudah baku dalam agama dan tentu saja menyakitkan bagi sebagian besar ummat Islam dan tentu saja tidak semua dalam agama itu bisa dikaji oleh akal. Kalau sekedar hanya memakai akal maka akan kita temui hal-hal aneh dalam ibadah agama sebagai contoh, kita akan aneh melihat orang keliling ka’bah, sebuah bangunan batu, apalagi ada kewajiban mencium Batu Hitam, dimana letak ilmiahnya? Tapi itulah Agama, Tuhan memerintahkan manusia dengan tujuan tertentu dan akal tidak akan bisa menjangkaunya.
Pilar ke-3 yang paling penting dalam hubungan dengan Allah adalah Ihsan, ilmu yang secara khusus menjelaskan hubungan manusia dengan Allah. Kalau Islam dan Iman ada rukunnya maka Ihsan tidak memiliki rukun, disana hanya ada rasa. “Shalatlah engkau seolah-olah melihat Tuhan dan jika engkau belum melihat Tuhan maka yakinlah Tuhan melihat dirimu”. Dalam sebuah tafsir lain kata “seolah-olah” itu bermakna juga “sebenar-benarnya”, jadi “Shalatlah kamu dengan sebenar-benarnya melihat Tuhan” maka sambungan kalimat akan menjadi benar yaitu “Jika engkau belum sebenar-benarnya melihat Allah maka yakinlah Allah melihat dirimu”.
Saya disini tidak membahas tentang apakah Tuhan bisa dilihat atau tidak karena nanti kalau saya bahas panjang lebar akan terjadi perdebatan panjang yang tidak ada gunanya. Bagi saya Tuhan itu Nyata dan Dia disembah dengan nyataNya. Kita disuruh mengingat Allah, coba fikir dalam-dalam, bisakah kita mengingat sesuatu yang tidak pernah dilihat? Bisakah kita mengingat sesuatu yang abstrak, tidak terfikirkan? Itu hal hal yang sangat mustahil. Maka ketika seseorang mencapai tahap Marifatullah maka dia bisa mengingat karena sudah melihat dengan mata bathinnya.
Cara yang paling mudah untuk mengenal dan menjumpai Allah bukan dengan membaca tapi dengan mendekati orang yang telah pernah berjumpa dengan Allah. Siapakah orang yang telah pernah berjumpa dengan Allah? Tentu saja Beliau adalah Rasulullah SAW, kekasih-Nya, penutup para Nabi.
Nabi Muhammad SAW telah lama wafat, lalu bagaimana cara kita berguru kepada Beliau? Dengan cara berguru kepada orang yang pernah berjumpa dengan Rasulullah SAW yaitu para sahabat-sahabat Beliau yang sangat memahami Beliau. Karena sahabat telah tiada maka berguru kepada orang yang pernah berjumpa langsung dengan sahabat, seterusnya sambung menyambung sampai kepada Ulama yang mempunyai jalur keguruan (Tali Silsilah) bersambung langsung dengan Rasulullah SAW sehingga ilmu yang kita terima tanpa keraguan sedikitpun.
Membaca Al-Qur’an, hadist dan buku-buku agama itu sangat bagus, tapi harus disadari bahwa kita tidak cukup hanya dengan membaca saja, kita tidak akan pernah bisa berjumpa dengan Allah lewat bacaan karena bacaan hanya sampai kepada otak/akal fikiran sedangkan akal fikiran bersifat baharu (berubah), bagaimana mungkin yang baharu bisa sampai kepada Qadim (Allah)? Semakin banyak kita membaca maka akan semakin banyak bantahan-bantahan yang keluar dari akal kita, dan akal meyakini bahwa Allah bisa dijumpai semasa kita hidup di dunia ini karena memang hanya sampai disitu saja kemampuan akal.
Allah SWT dengan sifat-Nya yang Pengasih dan Penyayang mengutus sekian banyak Nabi dan Rasul dengan tujuan agar manusia bisa mengenal dan menjumpai-Nya setiap saat, mendengar suara-Nya yang Agung dan bisa memandang wajah-Nya yang Maha Indah. Salah satu sifat Allah adalah Kalam (berkata) dan Dia akan berkata-kata sampai akhir zaman, diperlukan telinga bathin yang terlatih untuk bisa mendengarkan kata-kata-Nya yang Agung, diperlukan mata bathin yang tajam untuk bisa memandang wajah-Nya yang Mulia dan diperlukan hati yang telah disucikan agar bisa merasakan kehadiran-Nya setiap saat.
Semoga Allah SWT berkenan memperkenalkan kepada kita seorang kekasih-Nya, orang yang dekat dengan-Nya yang bisa membimbing kita mengenal-Nya dengan baik dan bisa mendekatkan diri kepada-Nya dengan cara yang dikehendaki-Nya. Lewat bimbingan kekasih-Nya itulah kita akan bisa masuk menyeluruh kedalam Iman, Islam dan Ihsan secara sempurna.
Amin ya Rabbal ‘Alamin.
Sumber : Sufi Muda
Ada 3 hal penting dalam hubungan manusia dengan Allah yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Rukun Iman dan Rukun Islam telah kita pelajari sejak kecil dan tentu saja esensi Iman dan Islam itu tidak bisa dipelajari dengan begitu saja. Disana ada faktor keyakinan dan keyakinan itu ada dalam hati. Itulah sebabnya ada orang yang begitu mahir pengetahuan tentang Islam tetapi dia tidak sampai ke tahap Iman, tidak menjadi muslim sepenuhnya. Artinya orang yang mempunyai pengetahuan banyak tentang Agama Islam (contohnya orientalis) belum tentu dia meyakini bahwa Islam sebagai agama yang paling benar. Kemudian ada juga orang yang pengetahuan Islamnya pas-pasan atau ala kadarnya, karena dia terlahir dari orang tua Islam maka dia meng-imani Islam dengan sepenuh hati. Ketika agamanya direndahkan maka jiwanya akan terpanggil untuk membelanya.
Dalam keseharian dia tidak pernah melaksanakan shalat 5 waktu dan puasa Ramadhan pun sering bolong-bolong, tapi kalau Nabi nya dihina, agamanya direndahkan maka nyawapun mau dijadikan taruhan untuk membela agamanya. Kenapa? Karena dalam hatinya telah tertanam keimanan dan kecintaan kepada Agama.
Kalau dia kemudian belajar Agama Islam lebih dalam maka rasa cintanya semakin dalam dan fanatisme nya semakin tumbuh dan terkadang kalau tasfir Agama yang di dapat salah maka tanpa sadar dia menjadi ekstrim masuk kepada kelompok-kelompok garis keras yang hanya fokus kepada Nahi Munkar.
Kemudian ada orang yang dasar pengetahuan agamanya bagus, kemudian dia belajar agama islam ke negara-negara sekuler yang disana Agama hanya semata-mata sebagai ilmu dan tidak dibahas dari sudut keimanan. Mengkaji islam dari segi ilmu dan memisahkan dengan keimanan ini dikenal sebagai Islam Liberal. Positifnya kita akan lebih realistis memandang agama, tidak hanya sebagai dogma semata tapi melihat dari sudut pandang ilmiah. Kekurangannya adalah tanpa sadar kita mengkritik nilai-nilai yang sudah baku dalam agama dan tentu saja menyakitkan bagi sebagian besar ummat Islam dan tentu saja tidak semua dalam agama itu bisa dikaji oleh akal. Kalau sekedar hanya memakai akal maka akan kita temui hal-hal aneh dalam ibadah agama sebagai contoh, kita akan aneh melihat orang keliling ka’bah, sebuah bangunan batu, apalagi ada kewajiban mencium Batu Hitam, dimana letak ilmiahnya? Tapi itulah Agama, Tuhan memerintahkan manusia dengan tujuan tertentu dan akal tidak akan bisa menjangkaunya.
Pilar ke-3 yang paling penting dalam hubungan dengan Allah adalah Ihsan, ilmu yang secara khusus menjelaskan hubungan manusia dengan Allah. Kalau Islam dan Iman ada rukunnya maka Ihsan tidak memiliki rukun, disana hanya ada rasa. “Shalatlah engkau seolah-olah melihat Tuhan dan jika engkau belum melihat Tuhan maka yakinlah Tuhan melihat dirimu”. Dalam sebuah tafsir lain kata “seolah-olah” itu bermakna juga “sebenar-benarnya”, jadi “Shalatlah kamu dengan sebenar-benarnya melihat Tuhan” maka sambungan kalimat akan menjadi benar yaitu “Jika engkau belum sebenar-benarnya melihat Allah maka yakinlah Allah melihat dirimu”.
Saya disini tidak membahas tentang apakah Tuhan bisa dilihat atau tidak karena nanti kalau saya bahas panjang lebar akan terjadi perdebatan panjang yang tidak ada gunanya. Bagi saya Tuhan itu Nyata dan Dia disembah dengan nyataNya. Kita disuruh mengingat Allah, coba fikir dalam-dalam, bisakah kita mengingat sesuatu yang tidak pernah dilihat? Bisakah kita mengingat sesuatu yang abstrak, tidak terfikirkan? Itu hal hal yang sangat mustahil. Maka ketika seseorang mencapai tahap Marifatullah maka dia bisa mengingat karena sudah melihat dengan mata bathinnya.
Cara yang paling mudah untuk mengenal dan menjumpai Allah bukan dengan membaca tapi dengan mendekati orang yang telah pernah berjumpa dengan Allah. Siapakah orang yang telah pernah berjumpa dengan Allah? Tentu saja Beliau adalah Rasulullah SAW, kekasih-Nya, penutup para Nabi.
Nabi Muhammad SAW telah lama wafat, lalu bagaimana cara kita berguru kepada Beliau? Dengan cara berguru kepada orang yang pernah berjumpa dengan Rasulullah SAW yaitu para sahabat-sahabat Beliau yang sangat memahami Beliau. Karena sahabat telah tiada maka berguru kepada orang yang pernah berjumpa langsung dengan sahabat, seterusnya sambung menyambung sampai kepada Ulama yang mempunyai jalur keguruan (Tali Silsilah) bersambung langsung dengan Rasulullah SAW sehingga ilmu yang kita terima tanpa keraguan sedikitpun.
Membaca Al-Qur’an, hadist dan buku-buku agama itu sangat bagus, tapi harus disadari bahwa kita tidak cukup hanya dengan membaca saja, kita tidak akan pernah bisa berjumpa dengan Allah lewat bacaan karena bacaan hanya sampai kepada otak/akal fikiran sedangkan akal fikiran bersifat baharu (berubah), bagaimana mungkin yang baharu bisa sampai kepada Qadim (Allah)? Semakin banyak kita membaca maka akan semakin banyak bantahan-bantahan yang keluar dari akal kita, dan akal meyakini bahwa Allah bisa dijumpai semasa kita hidup di dunia ini karena memang hanya sampai disitu saja kemampuan akal.
Allah SWT dengan sifat-Nya yang Pengasih dan Penyayang mengutus sekian banyak Nabi dan Rasul dengan tujuan agar manusia bisa mengenal dan menjumpai-Nya setiap saat, mendengar suara-Nya yang Agung dan bisa memandang wajah-Nya yang Maha Indah. Salah satu sifat Allah adalah Kalam (berkata) dan Dia akan berkata-kata sampai akhir zaman, diperlukan telinga bathin yang terlatih untuk bisa mendengarkan kata-kata-Nya yang Agung, diperlukan mata bathin yang tajam untuk bisa memandang wajah-Nya yang Mulia dan diperlukan hati yang telah disucikan agar bisa merasakan kehadiran-Nya setiap saat.
Semoga Allah SWT berkenan memperkenalkan kepada kita seorang kekasih-Nya, orang yang dekat dengan-Nya yang bisa membimbing kita mengenal-Nya dengan baik dan bisa mendekatkan diri kepada-Nya dengan cara yang dikehendaki-Nya. Lewat bimbingan kekasih-Nya itulah kita akan bisa masuk menyeluruh kedalam Iman, Islam dan Ihsan secara sempurna.
Amin ya Rabbal ‘Alamin.
Sumber : Sufi Muda
Judul: Iman, Islam & Ihsan Dalam Bimbingan Kekasih Nya
Rating: 100% based on 99998 ratings. 4.5 user reviews.
By Unknown
Terimakasih Atas Kunjungan Sahabat... Silahkan tulis kritik dan saran di kotak komentar
Barakallahu Fiikum
Rating: 100% based on 99998 ratings. 4.5 user reviews.
By Unknown
Terimakasih Atas Kunjungan Sahabat... Silahkan tulis kritik dan saran di kotak komentar
Barakallahu Fiikum