Kisah Kematian Abu Tholib
Suatu ketika paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Tholib, menjumpai detik-detik menjelang kematiannya. Bersamanya adalah pembesar kafir Quraisy bernama Abu Jahal dan Abdullah Ibnu Abi Umayyah. Kemudian, datang keponakannya yang sangat menginginkannya bisa masuk ke dalam agama Islam , yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada pamannya,
“Wahai pamanku, Katakanlah “Laa ilaha illallahu”, sebuah kalimat yang akan aku jadikan pembelaan bagimu kelak dihadapan Allah”
(lihatlah sedemikian besar keinginan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan keislaman pamannya ini…)
Kemudian mendengar hal tersebut, Abu Jahal dan Abdullah Ibnu Abi Umayyah berusaha mempengaruhi Abu Tholib, mereka berkata :
“Wahai Abu Tholib,(di akhir hidupmu ini), apakah engkau akan meninggalkan agama nenek moyang kita, yaitu agama Abdul Muthalib (agama kemusyrikan)??!!”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terus mengulang-ulang kalimat tadi, karena keinginan yang begitu besar akan keislaman pamannya ini. Namun Abu Jahal dan Abdullah Ibnu Abi Umayyah pun juga terus mempengaruhi dengan mengulang-ulang kalimat yang sama, berebut pengaruh dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pada akhirnya, atas taqdir dan ketetapan Allah ta’ala, Abu Tholib mati di atas kemusyrikan dan dia enggan untuk mengatakan kalimat tauhid, laa ilaha illallahu (tidak ada sesembahan yang berhaq disembah melainkan Allah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengatakan :
“Sungguh aku akan memohonkan ampun bagimu wahai pamanku, selama aku tidak dilarang oleh Allah”
Oleh karenanya Allah ta’ala menegur Nabi-Nya dengan menurunkan ayatnya :
“Tidak pantas bagi seorang Nabi dan bagi orang-orang yang beriman, mereka memintakan ampun bagi orang-orang yang musyrik, meskipun mereka memiliki hubungan kekerabatan, setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam”
(QS : At Taubah 113)
Allah ta’ala pun menurunkan ayat :
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak bisa memberikan hidayah (ilham dan taufiq) kepada orang-orang yang engkau cintai. Akan tetapi Allah memberikan hidayah tersebut kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah lebih mengetahui siapa yang berhak untuk mendapatkan hidayah”
(QS : At Taubah 113)
Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim rahimahumallahu ta’ala di dalam kitab shahihnya.
Beberapa pelajaran :
~ Hidayah taufiq dan ilham dari Allah itu muuuuahalll. Ini adalah hak mutlak Allah dan tidak ada campur tangan hamba. Bersyukurlah bagi mereka yang telah mengenal Islam dan telah mengenal Sunnah. Peliharalah dan rawatlah hidayah ini. Pupuklah dan terus sirami. Jangan sia-siakan perkara mahal ini, apalagi sampai rela menukarnya dengan dunia yang sebentar lagi akan sirna. Manusia ciptaan Allah sangat dan teramat banyak sekali. Kita hanya bagian yang sangat keciiil dari komunitas ciptaan Allah. Bandingkan diri kita dengan Abu Thalib, dia adalah paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia hidup se-zaman dengan manusia terbaik sepanjang sejarah kehidupan manusia. Sedangkan kita terpisah ruang dan waktu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun Allah tidak membuka hati Abu Thalib untuk menerima Islam, dan dengan mudahnya Allah membuka hati kita, bisa menerima Islam. Wal hamdu lillah. Jangan sia-sia kan nikmat agung ini.
~ Perhatikan teman dekat kita, teman dekat yang buruk bisa menjerumuskan kita ke dalam kehancuran dan kebinasaan. Lihat teman dekat kita, shahabat karib kita, teman kerja kita dan lingkungan hidup kita.
~ Perhatikan amal terakhir dalam hidup ini, itulah penentunya.
~ Bahayanya ngekor dan mebebek dengan agama nenek moyang
~ Dilarang memohonkan ampun bagi orang-orang kafir dan orang musyrik yang meninggal dunia
Semoga Allah menjaga kita semua, menjaga keluarga kita, anak dan istri kita. Semoga Allah mematikan kita di atas Islam dan di atas sunnah Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Aamiin ya Mujiba As Saa’iliin…
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada pamannya,
“Wahai pamanku, Katakanlah “Laa ilaha illallahu”, sebuah kalimat yang akan aku jadikan pembelaan bagimu kelak dihadapan Allah”
(lihatlah sedemikian besar keinginan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan keislaman pamannya ini…)
Kemudian mendengar hal tersebut, Abu Jahal dan Abdullah Ibnu Abi Umayyah berusaha mempengaruhi Abu Tholib, mereka berkata :
“Wahai Abu Tholib,(di akhir hidupmu ini), apakah engkau akan meninggalkan agama nenek moyang kita, yaitu agama Abdul Muthalib (agama kemusyrikan)??!!”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terus mengulang-ulang kalimat tadi, karena keinginan yang begitu besar akan keislaman pamannya ini. Namun Abu Jahal dan Abdullah Ibnu Abi Umayyah pun juga terus mempengaruhi dengan mengulang-ulang kalimat yang sama, berebut pengaruh dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pada akhirnya, atas taqdir dan ketetapan Allah ta’ala, Abu Tholib mati di atas kemusyrikan dan dia enggan untuk mengatakan kalimat tauhid, laa ilaha illallahu (tidak ada sesembahan yang berhaq disembah melainkan Allah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengatakan :
“Sungguh aku akan memohonkan ampun bagimu wahai pamanku, selama aku tidak dilarang oleh Allah”
Oleh karenanya Allah ta’ala menegur Nabi-Nya dengan menurunkan ayatnya :
“Tidak pantas bagi seorang Nabi dan bagi orang-orang yang beriman, mereka memintakan ampun bagi orang-orang yang musyrik, meskipun mereka memiliki hubungan kekerabatan, setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam”
(QS : At Taubah 113)
Allah ta’ala pun menurunkan ayat :
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak bisa memberikan hidayah (ilham dan taufiq) kepada orang-orang yang engkau cintai. Akan tetapi Allah memberikan hidayah tersebut kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah lebih mengetahui siapa yang berhak untuk mendapatkan hidayah”
(QS : At Taubah 113)
Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim rahimahumallahu ta’ala di dalam kitab shahihnya.
Beberapa pelajaran :
~ Hidayah taufiq dan ilham dari Allah itu muuuuahalll. Ini adalah hak mutlak Allah dan tidak ada campur tangan hamba. Bersyukurlah bagi mereka yang telah mengenal Islam dan telah mengenal Sunnah. Peliharalah dan rawatlah hidayah ini. Pupuklah dan terus sirami. Jangan sia-siakan perkara mahal ini, apalagi sampai rela menukarnya dengan dunia yang sebentar lagi akan sirna. Manusia ciptaan Allah sangat dan teramat banyak sekali. Kita hanya bagian yang sangat keciiil dari komunitas ciptaan Allah. Bandingkan diri kita dengan Abu Thalib, dia adalah paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia hidup se-zaman dengan manusia terbaik sepanjang sejarah kehidupan manusia. Sedangkan kita terpisah ruang dan waktu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun Allah tidak membuka hati Abu Thalib untuk menerima Islam, dan dengan mudahnya Allah membuka hati kita, bisa menerima Islam. Wal hamdu lillah. Jangan sia-sia kan nikmat agung ini.
~ Perhatikan teman dekat kita, teman dekat yang buruk bisa menjerumuskan kita ke dalam kehancuran dan kebinasaan. Lihat teman dekat kita, shahabat karib kita, teman kerja kita dan lingkungan hidup kita.
~ Perhatikan amal terakhir dalam hidup ini, itulah penentunya.
~ Bahayanya ngekor dan mebebek dengan agama nenek moyang
~ Dilarang memohonkan ampun bagi orang-orang kafir dan orang musyrik yang meninggal dunia
Semoga Allah menjaga kita semua, menjaga keluarga kita, anak dan istri kita. Semoga Allah mematikan kita di atas Islam dan di atas sunnah Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Aamiin ya Mujiba As Saa’iliin…
Judul: Kisah Kematian Abu Tholib
Rating: 100% based on 99998 ratings. 4.5 user reviews.
By Unknown
Terimakasih Atas Kunjungan Sahabat... Silahkan tulis kritik dan saran di kotak komentar
Barakallahu Fiikum
Rating: 100% based on 99998 ratings. 4.5 user reviews.
By Unknown
Terimakasih Atas Kunjungan Sahabat... Silahkan tulis kritik dan saran di kotak komentar
Barakallahu Fiikum