KEHIDUPAN SETELAH KEMATIAN BAGI PARA NABI DAN KEKASIH ALLAH
Para nabi, demikian pula orang-orang yang mati syahid, hidup dalam kubur mereka dengan kehidupan alam barzakh. Mereka mengetahui apa yang dikehendaki Allah untuk mereka ketahui, yang terkait dengan keadaan-keadaan alam ini, Al-Qur’an yang mulia menegaskan adanya kehidupan orang-orang yang mati syahid di alam barzakh mereka.
Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” – QS Al- Baqarah : 154.
“Maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberi nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” – QS An-Nisa’ : 69.
Apakah adanya kehidupan mereka juga dinyatakan dengan jelas dalam as-sunnah?
Ya, dalam hadits-hadits sahih dinyatakan bahwa mereka tetap dalam kondisi hidup dan bahwasanya bumi tidak memakan jasad mereka. Dari Anas RA, Nabi SAW bersabda, “Pada malam saat aku mengalami Isra’, aku menemui Musa yang sedang berdiri di atas kuburnya di bukit pasir merah.” – Disampaikan oleh Muslim (2385).
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya di antara hari-hari kalian yang paling utama adalah hari Jum’at. Maka, perbanyaklah sholawat kepadaku, karena sesungguhnya sholawat kalian disampaikan kepadaku.”
Para sahabat bertanya, “Bagaimana sholawat kami disampaikan kepadamu sedang engkau sudah menjadi tulang belulang?” Maksudnya, sudah usang.
Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bagi bumi memakan jasad para nabi.” – Disampaikan oleh Abu Daud (1047), An-Nasa’i (1374), Ibnu Majah (1085), Ad-Darimi (1572), dan Ahmad (4: 8) dari hadits Aus bin Aus RA. Isnadnya shahih menurut Al-Allamah Arnauth dalam penjelasannya terhadap Al-Musnad.
Disebutkan pula dalam riwayat bahwa mereka pun bersholawat dan amal kebajikan mereka tetap berlaku seperti kehidupan mereka. Di antaranya adalah sabda Nabi SAW, “Para nabi hidup di kubur mereka, mereka sholat.” Disampaikan oleh Abu Ya’la dalam kitabnya, Al-Musnad (6:147), dari hadits Anas bin Malik RA. Pentahqiqnya mengatakan, “Isnadnya shahih.”
Ulama mengatakan, ini tidak bertentangan dengan ketentuan yang menyatakan bahwa akhirat bukan negeri taklif (pembebanan) kewajiban tidak pula amal. Namun demikian amal dapat terjadi tanpa ada pembebanan, tapi hanya untuk dinikmati.
Sebagaimana kehidupan para nabi AS yang telah dipaparkan di atas juga tidak bertentangan dengan sabda Nabi SAW, “Tidaklah ada seorang yang memberi salam kepadaku melainkan Allah mengembalikan ruhku kepadaku hingga aku dapat menjawab salamnya.” – Disampaikan oleh Abu Daud (2041), Ahmad (2: 527), dan Baihaqi dalam Asy-Syu’ab (2: 215) dari hadits Abu Hurairah RA.
Makna pengembalian di sini adalah pengembalian makna ruh dari segi bahwa Rasulullah SAW merasakan adanya salam dari seorang di antara umat beliau yang memberi salam kepada beliau. Hadits ini mengungkapkan sebagian (dengan lingkup kalimat ruh), namun yang dimaksud adalah keseluruhan (diri Rasulullah SAW secara utuh). Dalam hadits ini terdapat kata yang dinisbahkan tapi tidak disebutkan, yaitu maksudnya: Allah mengembalikan makna ruh atau hal-hal yang berkaitan dengannya, seperti bicara. Allah lebih mengetahui.
Di antara ulama ada yang mengatakan, konsekuensi dari pengembalian ini menjadikan ruh Nabi SAW senantiasa berada dalam tubuh beliau yang mulia, karena di antara makhluk yang ada tidak lepas dari adanya orang yang bersholawat di antara umat beliau.
Dari Aisyah RA, ia mengatakan, “Aku masuk rumahku yang di dalamnya Rasulullah SAW dan bapakku (Abu Bakar RA) dimakamkan. Aku pun meletakkan (menanggalkan) pakaianku. Aku mengatakan, sesungguhnya dia adalah suamiku dan bapakku."
Begitu Umar dimakamkan bersama mereka, demi Allah, tidaklah aku masuk melainkan aku dalam keadaan berpakaian yang tertutup rapat lantaran malu kepada Umar.” – Disampaikan oleh Imam Ahmad (6: 202) dan Hakim (3:63,4: 8).
Ini menunjukkan bahwa Sayyidatuna Aisyah RA tidak ragu bahwa Sayyidina Umar melihatnya. Maka dari itu, dia menjaga diri dengan menutup rapat auratnya jika hendak menemuinya setelah dimakamkan di rumahnya.
[Disadur dari buku Seribu Satu Jawaban Masalah-Masalah Aqidah Islam karangan Habib Zein bin Ibrahim bin Sumaith]
Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” – QS Al- Baqarah : 154.
“Maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberi nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” – QS An-Nisa’ : 69.
Apakah adanya kehidupan mereka juga dinyatakan dengan jelas dalam as-sunnah?
Ya, dalam hadits-hadits sahih dinyatakan bahwa mereka tetap dalam kondisi hidup dan bahwasanya bumi tidak memakan jasad mereka. Dari Anas RA, Nabi SAW bersabda, “Pada malam saat aku mengalami Isra’, aku menemui Musa yang sedang berdiri di atas kuburnya di bukit pasir merah.” – Disampaikan oleh Muslim (2385).
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya di antara hari-hari kalian yang paling utama adalah hari Jum’at. Maka, perbanyaklah sholawat kepadaku, karena sesungguhnya sholawat kalian disampaikan kepadaku.”
Para sahabat bertanya, “Bagaimana sholawat kami disampaikan kepadamu sedang engkau sudah menjadi tulang belulang?” Maksudnya, sudah usang.
Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bagi bumi memakan jasad para nabi.” – Disampaikan oleh Abu Daud (1047), An-Nasa’i (1374), Ibnu Majah (1085), Ad-Darimi (1572), dan Ahmad (4: 8) dari hadits Aus bin Aus RA. Isnadnya shahih menurut Al-Allamah Arnauth dalam penjelasannya terhadap Al-Musnad.
Disebutkan pula dalam riwayat bahwa mereka pun bersholawat dan amal kebajikan mereka tetap berlaku seperti kehidupan mereka. Di antaranya adalah sabda Nabi SAW, “Para nabi hidup di kubur mereka, mereka sholat.” Disampaikan oleh Abu Ya’la dalam kitabnya, Al-Musnad (6:147), dari hadits Anas bin Malik RA. Pentahqiqnya mengatakan, “Isnadnya shahih.”
Ulama mengatakan, ini tidak bertentangan dengan ketentuan yang menyatakan bahwa akhirat bukan negeri taklif (pembebanan) kewajiban tidak pula amal. Namun demikian amal dapat terjadi tanpa ada pembebanan, tapi hanya untuk dinikmati.
Sebagaimana kehidupan para nabi AS yang telah dipaparkan di atas juga tidak bertentangan dengan sabda Nabi SAW, “Tidaklah ada seorang yang memberi salam kepadaku melainkan Allah mengembalikan ruhku kepadaku hingga aku dapat menjawab salamnya.” – Disampaikan oleh Abu Daud (2041), Ahmad (2: 527), dan Baihaqi dalam Asy-Syu’ab (2: 215) dari hadits Abu Hurairah RA.
Makna pengembalian di sini adalah pengembalian makna ruh dari segi bahwa Rasulullah SAW merasakan adanya salam dari seorang di antara umat beliau yang memberi salam kepada beliau. Hadits ini mengungkapkan sebagian (dengan lingkup kalimat ruh), namun yang dimaksud adalah keseluruhan (diri Rasulullah SAW secara utuh). Dalam hadits ini terdapat kata yang dinisbahkan tapi tidak disebutkan, yaitu maksudnya: Allah mengembalikan makna ruh atau hal-hal yang berkaitan dengannya, seperti bicara. Allah lebih mengetahui.
Di antara ulama ada yang mengatakan, konsekuensi dari pengembalian ini menjadikan ruh Nabi SAW senantiasa berada dalam tubuh beliau yang mulia, karena di antara makhluk yang ada tidak lepas dari adanya orang yang bersholawat di antara umat beliau.
Dari Aisyah RA, ia mengatakan, “Aku masuk rumahku yang di dalamnya Rasulullah SAW dan bapakku (Abu Bakar RA) dimakamkan. Aku pun meletakkan (menanggalkan) pakaianku. Aku mengatakan, sesungguhnya dia adalah suamiku dan bapakku."
Begitu Umar dimakamkan bersama mereka, demi Allah, tidaklah aku masuk melainkan aku dalam keadaan berpakaian yang tertutup rapat lantaran malu kepada Umar.” – Disampaikan oleh Imam Ahmad (6: 202) dan Hakim (3:63,4: 8).
Ini menunjukkan bahwa Sayyidatuna Aisyah RA tidak ragu bahwa Sayyidina Umar melihatnya. Maka dari itu, dia menjaga diri dengan menutup rapat auratnya jika hendak menemuinya setelah dimakamkan di rumahnya.
[Disadur dari buku Seribu Satu Jawaban Masalah-Masalah Aqidah Islam karangan Habib Zein bin Ibrahim bin Sumaith]
Judul: KEHIDUPAN SETELAH KEMATIAN BAGI PARA NABI DAN KEKASIH ALLAH
Rating: 100% based on 99998 ratings. 4.5 user reviews.
By Unknown
Terimakasih Atas Kunjungan Sahabat... Silahkan tulis kritik dan saran di kotak komentar
Barakallahu Fiikum
Rating: 100% based on 99998 ratings. 4.5 user reviews.
By Unknown
Terimakasih Atas Kunjungan Sahabat... Silahkan tulis kritik dan saran di kotak komentar
Barakallahu Fiikum