MENGENAL RUKUN IKHSAN
Allah memerintah kepada orang-orang yang beriman agar bertaqwa kepada Allah. Berarti sesudah Manusia beriman masih ada perintah lanjutan, yaitu perintah agar bertaqwa kepada Allah. Merujuk pada hadits yang diriwayatkan Muslim No.1, Terjemahan Shahih Muslim halaman 1-2 tentang Islamul Kaffah. Bahwa pertanyaan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad berjumlah 3 (tiga), pertama tentang Islam, kedua tentang Iman, ketiga tentang Ikhsan. Dari urutan pertanyaan Malaikat tersebut jelas terdapat pelajaran, bahwa pertama manusia wajib menjalankan rukun Islam untuk mencapai predikat sebagai Muslim, yaitu orang-orang yang berserah diri, tahap kedua manusia wajib menjalankan rukun Iman dan cabang Iman serta ranting-ranting Iman untuk mencapai predikat Mukmin, yaitu orang-orang yang beriman, adapun tahap ketiga manusia wajib menuntut Ikhsan yaitu medan keilmuan didalam Islamul Kaffah untuk mencapai predikat sebagai Mukhsin, yaitu orang-orang yang mengenal Allah.
Allah memerintahkan orang beriman yaitu Mukmin untuk bertaqwa kepada Allah. Berarti taqwa adalah merupakan rukun Ihsan yang pertama. Adapun untuk memberi kejelasan sempurna tentang definisi taqwa, maka merujuk surat Al Baqarah ayat 282, yaitu orang bertaqwa adalah orang yang mendapat pelajaran atau didikan langsung dari Allah.
"Dan bertaqwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al Baqarah ayat 282)
Selanjutnya kita mengikuti pelajaran tentang Ihsan merujuk pada Al Qur’an Surat Al Maidah ayat 11.
"Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kamu. Dan bertaqwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakkal." (Al Maidah ayat 11)
Firman Allah ini menjelaskan bahwa sesudah seseorang bertaqwa, Allah masih memerintah melakukan tahap lanjutan yaitu tawakal. Perhatikan kalimat “Bertaqwalah” dan berlanjut pada kalimat“Bertawakkal”. Dan kini menjadi jelas bahwa taqwa adalah rukun Ikhsan yang pertama, adapun tawakal menjadi rukun yang kedua.
Apakah masih ada rukun Ihsan selanjutnya ?, baiklah kita merujuk pada firman Allah Surat Shaad ayat 82-83
82. "Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya,"
83. "Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka."
Firman Allah ini mengajarkan bahwa Iblis La’natullah bersumpah dihadapan Allah untuk menyesatkan seluruh manusia, tetapi Iblis La’natullah sendiri yang menyatakan bahwa ia tidak mampu menyesatkan Mukhlisina Lahuddin. Berarti ini suatu kejelasan bahwa tingkat Mukhlis adalah maqom tertinggi disisi Allah dan dapat dipastikan bahwa ia merupakan rukun Ikhsan yang ketiga.
Maka sebagai kesimpulan bahwa rukun Ikhsan ada tiga perkara, yang pertama taqwa, yang kedua tawakal dan yang ketiga ikhlas atau Mukhlis. Mengapa Allah dan Rasul-Nya dalam urusan Ihsan tidak menjelaskan secara rinci sebagaimana dijelaskannya tentang rukun Islam dan rukun Iman, itu ketentuan atau ketetapan Allah dan Rasul-Nya karena untuk menuntut Ihsan yaitu dimensi keilmuan dalam Islamul Kaffah, Allah dan Rasul-Nya telah mensunnahkan agar manusia menuntut dimensi Ihsan ini kepada orang Alim pewaris Nabi. Perhatikan dua buah ayat Al Qur’an yaitu, surat Al Anbiya ayat 73 dan surat As Sajadah ayat 24.
"Kami telah menjadikan mereka itu sebagai Imam-Imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah," (Q.S. Al Anbiya ayat 73)
"Dan Kami jadikan di antara mereka itu Imam-Imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami." (Q.S. As Sajadah ayat 24)
Dua ayat Al Qur’an tersebut mengajarkan kepada siapa kita wajib menuntut Ikhsan, yaitu kepada para Imam yang tugas mereka memberi petunjuk atau mengajar manusia dan mereka adalah orang-orang yang dituntun wahyu. Perhatikan kalimat “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai Imam-Imam”. Pada kalimat “Kami telah manjadikan mereka itu sebagai Imam-Imam”, kalimat ini merupakan penjelasan bahwa para Imam diangkat oleh Allah bukan diangkat atau disyahkan oleh manusia. Selanjutnya pada kalimat “yang memberi petunjuk dengan perintah Kami” mempunyai makna bahwa para Imam memberi petunjuk atau ajaran kepada manusia yaitu jama’ahnya, bukan dengan kemampuan akal atau kecerdasannya. Tetapi para Imam memberi petunjuk kepada manusia dengan perintah atau petunjuk Allah. Adapun kalimat “Dan telah kami wahyukan kepada mereka” memberikan kejelasan yang pasti bahwa para Imam tersebut benar-benar mampu menerima wahyu, yang dengan tuntunan wahyu itulah mereka mengajar manusia.
Untuk jelasnya tugas para Imam adalah memberi petunjuk yaitu mendidik manusia sampai ketingkat taqwa. Sesudah seseorang mencapai tingkat taqwa, orang tersebut tidak lagi dididik oleh Imamnya melainkan telah menjadi orang yang dididik Allah. Perhatikan firman Allah surat Al Baqarah ayat 282.
"Dan bertaqwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al Baqarah ayat 282)
Firman Allah ini memberikan pelajaran dengan jelas bahwa orang bertaqwa mendapat pelajaran atau didikan langsung dari Allah. Selanjutnya yang menjadi pertanyaan apakah yang diajarkan oleh Allah kepada orang bertaqwa. Sebagai jawabannya kita merujuk pada surat Yunus ayat 62-64
62. "Ingatlah, sesungguhnya Wali-Wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."
63. "(yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa."
64. "Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang besar."
Firman Allah ini memberikan penjelasan bahwa orang bertaqwa mendapat pelajaran dari Allah, yaitu ilmu laduni merupakan pelajaran jalan kewalian untuk memperoleh kemenangan yang besar. Perhatikan kalimat “Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati, (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa”, serta kalimat “Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang besar”.
Perlu pula dijelaskan bahwa orang yang mendapat pelajaran dari Allah atau orang yang dididik Allah pada hakekatnya adalah mereka mendapatkan pelajaran-pelajaran jalan kewalian yaitu Ilmu laduni atau Ilmu dari sisi Allah, dan merekalah orang yang bertaqwa. Perhatikan kalimat “(yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa”.
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu nuur yang dengan nuur itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (Q.S. Al Hadid ayat 28)
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya nuur yang terang, yang dengan nuur itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya?. Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan" (Q.S. Al An’am ayat 122)
Dua ayat tersebut diatas merupakan hakekat jalan kewalian bahwa orang yang dididik Allah akan mendapat dua rahmat. Perhatikan kalimat “niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian” adapun yang dimaksud dua bahagian rahmat adalah Nurul Iman dan Nurul Ilmi. Yang dimaksud nurul iman adalah seluruh pahala yang kita dapat dalam melaksanakan perilaku-perilaku iman atau amal sholeh. Untuk memperjelas hal tersebut perlu diterangkan bahwa bila kita melakukan amal sholeh pahala yang kita dapatkan adalah berbentuk cahaya atau nur, pahala sholat adalah nurussholat, pahala zakat adalah nuruz zakat, pahala haji adalah nurul hajj’, semua pahala amal sholeh yang berwujud nur akan bersatu dengan ruh manusia yang melakukan amal sholeh tersebut sehingga ruh manusia tersebut bertambah cemerlang.
Adapun nurul ilmu adalah berupa pahala dzikrullah dan hasil dari mengamalkan secara berkekalan gugus-gugus ilmu yang ditentukan dalam hadits Nabi misalnya ayat Kursy, Amanarasul, Kanzul Arsy, Nurbuah’, ayat lima, ayat tujuh, ayat lima belas, Al Fatihah dan lain-lain,
Selanjutnya perlu dijelaskan bahwa pahala mengamalkan gugus ilmu yang ditunjuk oleh Nabi dan dzikrullah mendatangkan pahala berbentuk cahaya atau nur. Karena yang diamalkan adalah ayat-ayat Qur’an maka yang diturunkan oleh Jibril kedalam hati manusia dan bergabung menyelimuti ruh insani atau ruh pribadi orang yang mengamalkan gugus-gugus ilmu tersebut adalah berwujud nurul Qur’an, dimana nurul Qur’an tersebut bergabung menyelimuti ruh insani orang yang mengamalkan gugus ilmu yang dirujuk oleh Nabi.
Adapun maksud kalimat “dan menjadikan untukmu nuur yang dengan nuur itu kamu dapat berjalan”. Kalimat ini memberi pengertian bahwa orang Alim yang telah mendapatkan dua rahmat, nurul Iman yang membuat ruh insani menjadi cemerlang dan mendapat nurul Ilmi yang menyelimuti ruh insani, yang berakibat ruh insani tersebut lebih cemerlang. Selanjutnya Allah berfirman Allah akan memberikan nur tambahan yang dengan nur itu orang Alim dapat berjalan.
Untuk memahami makna firman Allah tersebut perlu disampaikan firman Allah yang lain yaitu surat Al An’am ayat 122 yang berbunyi “Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya nuur yang terang, yang dengan nuur itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia”. Maka setelah mempelajari ayat tersebut dapat diketahui makna firman Allah yang berbunyi “dan menjadikan untukmu nuur yang dengan nuur itu kamu dapat berjalan”, yaitu bahwa orang berilmu yang sudah mati Allah akan hidupkan kembali dan sebagai pengganti jasad yang telah rusak Allah mengganti dengan jasad yang baru yaitu nur yang terang. Perhatikan kalimat “Dan menjadikan untukmu nuur”, adapun fungsi nur tersebut adalah sebagai pengganti jasad. Dengan jasad yang baru tersebut para Wali Allah tidak mati dan tetap dapat berjalan di muka Bumi sebagaimana layaknya manusia hidup, hanya saja jasad mereka yang lama yang berwujud daging dan tulang telah tergantikan dengan jasad yang berwujud Nur. Perhatikan kalimat “yang dengan nuur itu kamu dapat berjalan”.
Untuk memperjelas hakekat Al Qur’an adalah berwujud nur dan bahwa Al Qur’an benar-benar berada didalam dada orang berilmu maka dikemukakan dua firman Allah.
"Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh (Al Quran) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu nur, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (Q.S Asy Syuura ayat 52)
"Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim." (Q.S. Al Ankabut ayat 49)
Seorang Imam yang diangkat Allah adalah orang-orang yang bertaqwa yang memiliki nasab keilmuan berawal kepada sahabat Nabi yang bernama Ali Bin Abi Thalib. Yang dimaksud nasab Ilmu bahwa seorang Imam sebelum menjadi orang yang bertaqwa, Imam tersebut pasti memiliki guru, dan guru Imam tersebut pasti juga memiliki guru yang bila diusut dari semua guru tersebut berawal dari guru awal yaitu Sayidina Ali Karomatullah Waj’ha. Perhatikan hadits Nabi :
“Aku adalah kota ilmu, dan Ali adalah pintunya . Maka barangsiapa menghendaki ilmu maka hendaklah dia mendatangi pintu”. (HR. ‘Uqaili, Ibnu ‘Adi, Thabraani dl Al- Kabir dan Hakim dari Ibnu ‘Abbas dan r. Ibnu ‘Adi dan Hakim dari Jabir, Al Jami’us Shaghier 2, hal. 193)
“Aku adalah kota hikmah, dan Ali adalah pintunya. (Tirmidzi manaqib Ali Bin Abi Thalib, 3657)
Allah memerintahkan orang beriman yaitu Mukmin untuk bertaqwa kepada Allah. Berarti taqwa adalah merupakan rukun Ihsan yang pertama. Adapun untuk memberi kejelasan sempurna tentang definisi taqwa, maka merujuk surat Al Baqarah ayat 282, yaitu orang bertaqwa adalah orang yang mendapat pelajaran atau didikan langsung dari Allah.
"Dan bertaqwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al Baqarah ayat 282)
Selanjutnya kita mengikuti pelajaran tentang Ihsan merujuk pada Al Qur’an Surat Al Maidah ayat 11.
"Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kamu. Dan bertaqwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakkal." (Al Maidah ayat 11)
Firman Allah ini menjelaskan bahwa sesudah seseorang bertaqwa, Allah masih memerintah melakukan tahap lanjutan yaitu tawakal. Perhatikan kalimat “Bertaqwalah” dan berlanjut pada kalimat“Bertawakkal”. Dan kini menjadi jelas bahwa taqwa adalah rukun Ikhsan yang pertama, adapun tawakal menjadi rukun yang kedua.
Apakah masih ada rukun Ihsan selanjutnya ?, baiklah kita merujuk pada firman Allah Surat Shaad ayat 82-83
82. "Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya,"
83. "Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka."
Firman Allah ini mengajarkan bahwa Iblis La’natullah bersumpah dihadapan Allah untuk menyesatkan seluruh manusia, tetapi Iblis La’natullah sendiri yang menyatakan bahwa ia tidak mampu menyesatkan Mukhlisina Lahuddin. Berarti ini suatu kejelasan bahwa tingkat Mukhlis adalah maqom tertinggi disisi Allah dan dapat dipastikan bahwa ia merupakan rukun Ikhsan yang ketiga.
Maka sebagai kesimpulan bahwa rukun Ikhsan ada tiga perkara, yang pertama taqwa, yang kedua tawakal dan yang ketiga ikhlas atau Mukhlis. Mengapa Allah dan Rasul-Nya dalam urusan Ihsan tidak menjelaskan secara rinci sebagaimana dijelaskannya tentang rukun Islam dan rukun Iman, itu ketentuan atau ketetapan Allah dan Rasul-Nya karena untuk menuntut Ihsan yaitu dimensi keilmuan dalam Islamul Kaffah, Allah dan Rasul-Nya telah mensunnahkan agar manusia menuntut dimensi Ihsan ini kepada orang Alim pewaris Nabi. Perhatikan dua buah ayat Al Qur’an yaitu, surat Al Anbiya ayat 73 dan surat As Sajadah ayat 24.
"Kami telah menjadikan mereka itu sebagai Imam-Imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah," (Q.S. Al Anbiya ayat 73)
"Dan Kami jadikan di antara mereka itu Imam-Imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami." (Q.S. As Sajadah ayat 24)
Dua ayat Al Qur’an tersebut mengajarkan kepada siapa kita wajib menuntut Ikhsan, yaitu kepada para Imam yang tugas mereka memberi petunjuk atau mengajar manusia dan mereka adalah orang-orang yang dituntun wahyu. Perhatikan kalimat “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai Imam-Imam”. Pada kalimat “Kami telah manjadikan mereka itu sebagai Imam-Imam”, kalimat ini merupakan penjelasan bahwa para Imam diangkat oleh Allah bukan diangkat atau disyahkan oleh manusia. Selanjutnya pada kalimat “yang memberi petunjuk dengan perintah Kami” mempunyai makna bahwa para Imam memberi petunjuk atau ajaran kepada manusia yaitu jama’ahnya, bukan dengan kemampuan akal atau kecerdasannya. Tetapi para Imam memberi petunjuk kepada manusia dengan perintah atau petunjuk Allah. Adapun kalimat “Dan telah kami wahyukan kepada mereka” memberikan kejelasan yang pasti bahwa para Imam tersebut benar-benar mampu menerima wahyu, yang dengan tuntunan wahyu itulah mereka mengajar manusia.
Untuk jelasnya tugas para Imam adalah memberi petunjuk yaitu mendidik manusia sampai ketingkat taqwa. Sesudah seseorang mencapai tingkat taqwa, orang tersebut tidak lagi dididik oleh Imamnya melainkan telah menjadi orang yang dididik Allah. Perhatikan firman Allah surat Al Baqarah ayat 282.
"Dan bertaqwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al Baqarah ayat 282)
Firman Allah ini memberikan pelajaran dengan jelas bahwa orang bertaqwa mendapat pelajaran atau didikan langsung dari Allah. Selanjutnya yang menjadi pertanyaan apakah yang diajarkan oleh Allah kepada orang bertaqwa. Sebagai jawabannya kita merujuk pada surat Yunus ayat 62-64
62. "Ingatlah, sesungguhnya Wali-Wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."
63. "(yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa."
64. "Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang besar."
Firman Allah ini memberikan penjelasan bahwa orang bertaqwa mendapat pelajaran dari Allah, yaitu ilmu laduni merupakan pelajaran jalan kewalian untuk memperoleh kemenangan yang besar. Perhatikan kalimat “Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati, (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa”, serta kalimat “Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang besar”.
Perlu pula dijelaskan bahwa orang yang mendapat pelajaran dari Allah atau orang yang dididik Allah pada hakekatnya adalah mereka mendapatkan pelajaran-pelajaran jalan kewalian yaitu Ilmu laduni atau Ilmu dari sisi Allah, dan merekalah orang yang bertaqwa. Perhatikan kalimat “(yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa”.
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu nuur yang dengan nuur itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (Q.S. Al Hadid ayat 28)
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya nuur yang terang, yang dengan nuur itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya?. Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan" (Q.S. Al An’am ayat 122)
Dua ayat tersebut diatas merupakan hakekat jalan kewalian bahwa orang yang dididik Allah akan mendapat dua rahmat. Perhatikan kalimat “niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian” adapun yang dimaksud dua bahagian rahmat adalah Nurul Iman dan Nurul Ilmi. Yang dimaksud nurul iman adalah seluruh pahala yang kita dapat dalam melaksanakan perilaku-perilaku iman atau amal sholeh. Untuk memperjelas hal tersebut perlu diterangkan bahwa bila kita melakukan amal sholeh pahala yang kita dapatkan adalah berbentuk cahaya atau nur, pahala sholat adalah nurussholat, pahala zakat adalah nuruz zakat, pahala haji adalah nurul hajj’, semua pahala amal sholeh yang berwujud nur akan bersatu dengan ruh manusia yang melakukan amal sholeh tersebut sehingga ruh manusia tersebut bertambah cemerlang.
Adapun nurul ilmu adalah berupa pahala dzikrullah dan hasil dari mengamalkan secara berkekalan gugus-gugus ilmu yang ditentukan dalam hadits Nabi misalnya ayat Kursy, Amanarasul, Kanzul Arsy, Nurbuah’, ayat lima, ayat tujuh, ayat lima belas, Al Fatihah dan lain-lain,
Selanjutnya perlu dijelaskan bahwa pahala mengamalkan gugus ilmu yang ditunjuk oleh Nabi dan dzikrullah mendatangkan pahala berbentuk cahaya atau nur. Karena yang diamalkan adalah ayat-ayat Qur’an maka yang diturunkan oleh Jibril kedalam hati manusia dan bergabung menyelimuti ruh insani atau ruh pribadi orang yang mengamalkan gugus-gugus ilmu tersebut adalah berwujud nurul Qur’an, dimana nurul Qur’an tersebut bergabung menyelimuti ruh insani orang yang mengamalkan gugus ilmu yang dirujuk oleh Nabi.
Adapun maksud kalimat “dan menjadikan untukmu nuur yang dengan nuur itu kamu dapat berjalan”. Kalimat ini memberi pengertian bahwa orang Alim yang telah mendapatkan dua rahmat, nurul Iman yang membuat ruh insani menjadi cemerlang dan mendapat nurul Ilmi yang menyelimuti ruh insani, yang berakibat ruh insani tersebut lebih cemerlang. Selanjutnya Allah berfirman Allah akan memberikan nur tambahan yang dengan nur itu orang Alim dapat berjalan.
Untuk memahami makna firman Allah tersebut perlu disampaikan firman Allah yang lain yaitu surat Al An’am ayat 122 yang berbunyi “Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya nuur yang terang, yang dengan nuur itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia”. Maka setelah mempelajari ayat tersebut dapat diketahui makna firman Allah yang berbunyi “dan menjadikan untukmu nuur yang dengan nuur itu kamu dapat berjalan”, yaitu bahwa orang berilmu yang sudah mati Allah akan hidupkan kembali dan sebagai pengganti jasad yang telah rusak Allah mengganti dengan jasad yang baru yaitu nur yang terang. Perhatikan kalimat “Dan menjadikan untukmu nuur”, adapun fungsi nur tersebut adalah sebagai pengganti jasad. Dengan jasad yang baru tersebut para Wali Allah tidak mati dan tetap dapat berjalan di muka Bumi sebagaimana layaknya manusia hidup, hanya saja jasad mereka yang lama yang berwujud daging dan tulang telah tergantikan dengan jasad yang berwujud Nur. Perhatikan kalimat “yang dengan nuur itu kamu dapat berjalan”.
Untuk memperjelas hakekat Al Qur’an adalah berwujud nur dan bahwa Al Qur’an benar-benar berada didalam dada orang berilmu maka dikemukakan dua firman Allah.
"Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh (Al Quran) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu nur, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (Q.S Asy Syuura ayat 52)
"Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim." (Q.S. Al Ankabut ayat 49)
Seorang Imam yang diangkat Allah adalah orang-orang yang bertaqwa yang memiliki nasab keilmuan berawal kepada sahabat Nabi yang bernama Ali Bin Abi Thalib. Yang dimaksud nasab Ilmu bahwa seorang Imam sebelum menjadi orang yang bertaqwa, Imam tersebut pasti memiliki guru, dan guru Imam tersebut pasti juga memiliki guru yang bila diusut dari semua guru tersebut berawal dari guru awal yaitu Sayidina Ali Karomatullah Waj’ha. Perhatikan hadits Nabi :
“Aku adalah kota ilmu, dan Ali adalah pintunya . Maka barangsiapa menghendaki ilmu maka hendaklah dia mendatangi pintu”. (HR. ‘Uqaili, Ibnu ‘Adi, Thabraani dl Al- Kabir dan Hakim dari Ibnu ‘Abbas dan r. Ibnu ‘Adi dan Hakim dari Jabir, Al Jami’us Shaghier 2, hal. 193)
“Aku adalah kota hikmah, dan Ali adalah pintunya. (Tirmidzi manaqib Ali Bin Abi Thalib, 3657)
Judul: MENGENAL RUKUN IKHSAN
Rating: 100% based on 99998 ratings. 4.5 user reviews.
By Unknown
Terimakasih Atas Kunjungan Sahabat... Silahkan tulis kritik dan saran di kotak komentar
Barakallahu Fiikum
Rating: 100% based on 99998 ratings. 4.5 user reviews.
By Unknown
Terimakasih Atas Kunjungan Sahabat... Silahkan tulis kritik dan saran di kotak komentar
Barakallahu Fiikum