Senin, 26 November 2012

Adab Menuntut Ilmu (1)


Salah satu ciri khas para sufi adalah persahabatan diantara mereka yang demikian akrab secara lahir dan bathin, saling menghargai dan saling memberikan kepercayaan kepada saudaranya. Menolong saudaranya tanpa diminta dan mengikhlaskan apa-apa yang dimilikinya kepada saudaranya jika saudaranya tersebut memerlukan bantuan. Sikap persaudaraan ini seperti yang dianjurkan oleh Rasulullah saw sebagaimana dalam sabda Beliau: “Perumpamaan dua orang yang bersaudara laksana dua belah tangan yang saling mencuci satu sama lain” (HR Abu Naim di dalam al-Hilayah).

Dalam hadist lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw bersabda, “Orang mukmin bagi mukmin lainnya laksana sebuah bangunan, masing-masing bagian saling menguatkan”. Salah seorang ulama mengatakan, Tidaklah seorang sahabat menemani sahabatnya, walau sesaat, melainkan akan dimintai pertanggung jawaban akan persahabatannya : apakah di dalam persahabatannya itu dia memenuhi hak-hak Allah atau malah menyia-nyiakannya.

Dalam tulisan yang saya buat bersambung ini akan ada pembahasan secara lengkap adab atau aturan yang berlaku di kalangan sufi, para pengamal tarekat sesame murid dan juga adab kepada seluruh kaum musim. Adab ini perlu diperhatikan terutama orang-orang yang sedang berguru agar dia dapat memperoleh hikmah dalam proses berguru dan adab ini apabila diterapkan ditengah masyarakat luas akan terbentuk masyarakat yang baik, harmonis dan rukun.

Tulisan ini merujuk kepada karya-karya Tasawuf/Tarekat yang membahas tentang adab, baik adab Guru kepada murid, adab murid kepada guru maupun adab murid kepada sesame murid dan kaum muslim dan salah satu karya yang manjadi rujukan saya disini adalah karangan Syekh Amin Al-Kurdi, Beliau disamping ulama yang memiliki pengetahuan luas tentang tasawuf juga seorang Pengamal sekaligus Mursyid Tarekat sehingga referensi Beliau bisa mewakili orang-orang yang memang menekuni tarekat.

Ada beberapa adab yang harus dipenuhi oleh sesama murid dan adab ini juga perlu menjadi perhatian segenap kaum muslim diantaranya :

Pertama, Engkau mencintai mereka seperti mencintai diri sendiri. Tidak mengistimewakan diri sendiri atas mereka.

Kedua, Setiap kali berjumpa mereka, engkau harus bersedia memulai salam, mengajak bersalaman dan berbicara manis. Rasulullah saw bersabda, Apabila dua orang muslim bersalaman, telapak tangan keduanya tiada lepas sebelum Allah memberikan ampunan pada keduanya (HR. Ath-Thabrani)

Ketiga, Memperlakukan mereka dengan akhlak yang baik. Engkau harus memperlakukan mereka dengan perlakuan yang kau senangi bila mereka memperlakukanmu dengan perlakuan itu, dengan cinta dan kasih sayang. Akhlak yang baik itu merupakan penghimpun kebaikan. Cukuplah pujian Allah terhadap Rasulullah sebagai bukti, Sesungguhnya engkau benar-benar berada dalam akhlak yang agung”. Rasulullah saw bersabda, “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling sempurna akhlaknya (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban).

Salah seorang ‘Arif berkata, Tidaklah seorang mulia menjadi mulia kerena banyak shalat atau banyak puasa, tidak pula karena banyak mujahadah. Seorang menjadi mulia dengan akhlak yang baik”. Standar mulia seseorang tidak ditentukan oleh banyaknya ibadah, banyaknya zikir dan suluk tapi oleh akhlak, apa bila akhlaknya buruk maka tidak ada kemuliaan pada diri orang tersebut. Imam Al-Junaid berkata, Ada empat hal yang bisa mengangkat seorang hamba mencapai derajat paling tinggi, meskipun amal dan ilmunya amat sedikit. Yakni : bijaksana, berendah diri (tawadhu’), dermawan dan budi pekerti yang baik”.

Pada awalnya Guru mengajarkan kepada kita semangat untuk bertauhid, fakus kepada zikir dan ubudiyah kepada Allah swt. Dalam tahap ini seorang murid tenggelam dalam lautan makrifat dan terlena bersama keagungan Allah. Itulah sebabnya bukan hal yang asing kalau kita lihat ada pengamal tarekat yang seolah-olah tidak peduli dengan orang-orang disekitarnya. Orang yang hanya berguru pada tahap ini akan menciptakan manusia yang sangat baik hubungan dengan Allah namun kadangkala bermasalah dengan lingkungannya.

Pada tahap selanjutnya Guru akan mengajarkan banyak hal tentang persahabatan, cinta kasih dan sikap saling menyayangi diantara sesama murid. Guru saya pernah menasehati kepada murid-muridnya, Diantara kalian harus saling menyanjung”, makna menyanjung disini adalah memberikan pujian terhadap hal yang baik dari saudara. Beliau juga berkata, Janganlah diantara kalian saling menjatuhkan dan mencari-cari kesalahan saudara sendiri”. Sangat mudah bagi kita untuk mencari kesalahan orang lain karena itu memang sifat alamiah manusia. Karena itu Guru memberikan nasehat kepada muridnya agar tidak mencari-cari kesalahan saudaranya yang akan berakibat perpecahan diantara sesama murid.

Orang-orang yang sedang berubudiyah di surau, sedang dalam tahap mencari akan fokus kepada mengejar hakikat makrifat atau fokus memperebutkan kasih sayang Guru atau populer dengan“berebut Kasih”. Memperoleh kasih sayang Guru sangatlah penting karena kasih sayang Allah ada di dalam kasih sayang Guru. Pada tahap selanjutnya, ketika kewajiban suluk telah terpenuhi bahkan mungkin Guru berkenan mengangkat si murid menjadi kepercayaannya menjadi seorang khalifah, hendaknya sikap berebut kasih ini berubah menjadi berbagi kasih. Kasih Guru itu tidak satu yang diperebutkan oleh jutaan murid tapi bersifat unlimited yang tidak terbatas, seberapapun banyak murid akan bisa mendapatkan kasih Guru.

Pada tahap selanjutnya pribadi kita hendaknya menjadi pembagi kasih, pembagi cerita, pembagi karunia kepada orang-orang yang sedang menempuh jalan kepada Allah agar mereka menjadi kuat dan bersemangat seperti yang pernah kita alami. Sikap ini perlu dipupuk dan dikembangkan karena pada intinya inilah hakikat tasawuf membentuk manusia yang berakhlak baik  dan ini pula menjadi inti ajaran Guru.

Bersambung…


Judul: Adab Menuntut Ilmu (1)
Rating: 100% based on 99998 ratings. 4.5 user reviews.
By Unknown
Terimakasih Atas Kunjungan Sahabat... Silahkan tulis kritik dan saran di kotak komentar
Barakallahu Fiikum